Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.795 per Dolar AS pada Akhir Pekan
JAKARTA, iNews.id - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat 27,5 poin atau 0,16 persen ke level Rp16.795 per dolar AS pada perdagangan akhir pekan, Jumat (11/4/2025). Penguatan nilai tukar terjadi setelah meredanya sentimen global, terutama terkait kebijakan tarif baru AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menuturkan, nilai dolar AS terdampak meningkatnya kekhawatiran atas resesi AS, terutama karena Washington dan Beijing saling mengenakan tarif yang sangat besar.
“Presiden Donald Trump pada hari Kamis menaikkan tarif terhadap Tiongkok hingga 145 persen yang belum pernah terjadi sebelumnya, sementara tarif Tiongkok sebesar 84 persen terhadap AS juga mulai berlaku,” kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (11/4/2025).
Adapun para pelaku pasar khawatir atas dampak dari serentetan tarif, mengingat AS masih mengimpor beberapa bahan yang sulit digantikan dari China.
Meskipun Trump menunda rencana tarif perdagangan timbal balik terhadap negara lain selama 90 hari, perang dagang dengan China masih berpotensi menimbulkan implikasi yang mengerikan bagi importir dan eksportir Amerika.
"Dolar juga terpukul oleh data inflasi konsumen yang lebih rendah dari perkiraan untuk bulan Maret, yang mendorong beberapa taruhan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga lebih cepat, terutama di tengah meningkatnya tekanan ekonomi dari perang dagang," kata Ibrahim.
Namun, bank sentral telah mengambil sikap yang sangat hati-hati atas kebijakan Trump. Penurunan harga Treasury AS yang berkelanjutan, di tengah keraguan atas ekonomi AS di bawah Trump, juga menambah tekanan pada dolar.
Selain itu, China secara luas diperkirakan akan membiarkan mata uangnya melemah lebih jauh dalam beberapa minggu mendatang, mengingat yuan yang lebih murah membuat ekspor China lebih menarik. Langkah ini diharapkan dapat membantu mengimbangi beberapa hambatan dari perang dagang yang sengit dengan AS.
Dari sentimen domestik, pemerintah menyoroti penundaan tarif resiprokal yang diperintahkan Presiden AS Donald Trump. Hal ini menjadi momentum tepat bagi Indonesia dan negara lain untuk melanjutkan negosiasi atas kenaikan tarif impor tersebut.
Selain itu, kebijakan ini juga menjadi tantangan nyata yang harus dihadapi Indonesia. Pasalnya, kebijakan baru ini akan mengancam stabilitas dagang Indonesia dan ASEAN yang telah lama menjunjung tinggi prinsip perdagangan bebas dan terbuka.
Adapun, ASEAN merupakan pasar ekspor terbesar kelima bagi produk pertanian Amerika. Dengan total nilai perdagangan barang mencapai 306 miliar dolar AS pada tahun 2024. Indonesia sendiri menyumbang 14,34 miliar dolar AS terhadap defisit perdagangan AS.
Kendati demikian, Indonesia memiliki mitra dagang yang strategis dengan beberapa negara. Terdapat enam perjanjian perdagangan yang sedang diupayakan untuk selesai yakni diantaranya, Indonesia-Canada CEPA, Indonesia-Peru CEPA, Indonesia-EU CEPA, Iran PTA, dan protokol amandemen Indonesia-Jepang (IJEPA) dan Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS).
Diharapkan, mitra ini akan bisa meningkatkan pasar ekspor Indonesia melalui penyelesaian beberapa perjanjian perdagangan bebas (FTA). Dan Ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Indonesia untuk memperluas akses pasar, meningkatkan ketahanan dagang, dan membuka lapangan kerja baru.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.740-Rp16.800 per dolar AS.