Noda Hitam Jepang di Kota Pontianak

Noda Hitam Jepang di Kota Pontianak

Gaya Hidup | netralnews.com | Minggu, 24 April 2022 - 01:06
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Jepang menjadi salah satu bangsa yang pernah menjajah Indonesia, dalam masa penjajahan tersebut Jepang pernah menorehkan luka besar bagi masyarakat Pontianak akibat genosida yang dilakukan terhadap puluhan ribuan jiwa.

Peristiwa Mandor merupakan peristiwa berdarah yang dilatarbelakangi isu mengenai akan munculnya perlawanan dari masyarakat Pontianak terhadap Jepang.

Jepang mulai menangkap tokoh-tokoh yang dianggap mungkin memotori atau melakukan perlawanan mulai dari penguasa, tokoh masyarakat, serta golongan intelektual pada Juni 1944.

Mulanya Disambut Baik

Kedatangan Jepang di Indonesia setelah kemenangannya dalam perang Asia Pasifik membuat Jepang memiliki kendali sepenuhnya atas wilayah Indonesia.

Setelah derap sepatu Jepang sampai di Hindia-Belanda, Jepang kemudian membuat berbagai kebijakan baru yang menggantikan berbagai kebijakan Belanda sebelumnya.

Kedatangan saudara tua seperti kampanye yang banyak digaungkan Jepang pada mulanya dianggap sebagai lentera baru bagi masyarakat Indonesia.

Namun masyarakat Indonesia harus menelan pil pahit karena mimpi untuk memulai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya tidak terpenuhi sebab faktanya Jepang juga melakukan banyak kejahatan terhadap rakyat Indonesia.

Kejahatan Jepang bahkan dianggap beribu-ribu kali lebih brutal dalam memperlakukan rakyat Indonesia.

Salah satu daerah yang pernah menjadi wilayah berdarah pada masa Jepang adalah Pontianak, Kalimantan Barat. Jepang diperkirakan telah sampai di Pontianak pada 2 Februari 1942.

Tidak ada penolakan dari penguasa lokal atas kedatangan bangsa berkulit kuning tersebut, para sultan menerima baik kedatangan Jepang karena sudah jenuh dengan penjajahan Belanda.

Jepang pada awal kedatangannya cenderung menarik hati masyarakat Pontianak misalnya dengan mendirikan sekolah, meski nantinya Jepang juga banyak mengambil tenaga pemuda dari sekolah-sekolah tersebut untuk kegiatan militer. Cara-cara licik tersebut terbukti berhasil menarik simpati masyarakat.

Licik dan Kejam

Tidak ada kebaikan yang tulus, Jepang berusaha mengambil manfaat sebanyak mungkin dari tanah jajahannya.

Kejahatan Jepang semakin parah ketika Sekutu mulai memenangkan banyak pertempuran, Jepang khawatir dan ketakutan jika pada akhirnya harus kalah dan angkat kaki dari Hindia-Belanda.

Berbagai kekhawatiran tersebut kemudian tertuang dalam berbagai perlakuan buruk, salah satu yang paling keji adalah pendirian rumah bordil di mana wanita-wanita yang dipekerjakan diambil paksa dari rumah penduduk. Tidak hanya wanita pribumi, Jepang juga mengambil wanita keturunan Tionghoa.

Kejahatan terhadap perempuan ternyata tidak hanya dilakukan Jepang di Hindia-Belanda, beberapa mantan negara jajahan Jepang menyatakan bahwa Jepang bertanggung jawab atas berbagai kejahatan seksual terhadap perempuan.

Jepang juga menerapkan beberapa peraturan yang dianggap memberatkan di antaranya adalah kewajiban membungkukkan badan atau Seikerei.

Seikerei wajib dilakukan ketika matahari terbit dan ketika masyarakat bertemu dengan tentara Jepang, apabila melanggar maka akan mendapat hukuman, kebijakan ini tentu bertentangan terhadap perbedaan kepercayaan yang diyakini masyarakat.

Selain itu juga kewajiban kerja bakti membangun infrastruktur yang lagi-lagi untuk kepentingan militer dan sipil Jepang.

Kondisi ekonomi masyarakat Pontianak memburuk seiring sulitnya memenuhi kebutuhan sembako. Dari berbagai masalah yang digelontorkan banyak masyarakat yang kemudian melarikan diri ke pedalaman Kalimantan Barat untuk menghindari kekejaman Jepang.

Peristiwa Mandor mungkin menjadi salah satu peristiwa yang merekam kekejaman Jepang di Pontianak.

Mulanya Jepang mendirikan sebuah organisasi politik di Pontianak bernama Nissinkai. Organisasi ini menjadi satu-satunya organisasi politik legal dimana Jepang juga berusaha mengarahkan maju dan mundurnya.

Organisasi ini menjadi "setir" dan media Jepang mengawasi aktivitas politik masyarakat Pontianak saat itu. Pada praktiknya organisasi bentukan Jepang ini justru menjadi organisasi yang menjembatani munculnya aktivitas pemberontakan.

Kondisi masyarakat yang semakin sulit memunculkan keinginan untuk mengakhiri penderitaan dengan mengusir Jepang.

Usaha mengusir Jepang mulanya dilayangkan golongan aristrokrat, disusul beberapa tokoh Nissinkai yang juga turut bergabung dalam barisan tersebut.

Jepang mulai mendengar isu-isu akan adanya perlawanan dari masyarakat. Kekhawatiran akan kemenangan Sekutu ditambah dengan kekhawatiran munculnya pemberontakan membuat Jepang semakin waswas.

Meski perlawanan tidak pernah terjadi, namun kekhawatiran Jepang membuat banyak penangkapan atas tokoh masyarakat yang kemudian tidak pernah kembali.

Pada acara konferensi Nissinkai Jepang melakukan penangkapan besar-besaran terhadap seluruh anggotanya karena dugaan terlibat dalam sebuah usaha perlawanan.

Pada 1 Juli 1944 sebuah berita dalam koran Borneo Shinbun mewartakan bahwa Jepang telah melakukan penangkapan dan menghukum mati orang-orang melawan Jepang (dinukil dari kompas.com, 28 Juni 2020).

Tuduhan keji yang berujung penangkapan dan pembunuhan tersebut hanya sebagai alibi untuk menghilangkan keinginan masyarakat memberontak.

Dalam salah satu jurnal sejarah karya Prabowo yang berjudul Peristiwa Mandor 28 Juni 1944 di Kalimantan Barat: Suatu Pembunuhan Massal di Masa Pendudukan Jepang disebutkan bahwa aksi kejahatan yang dilakukan Jepang kemudian terus terjadi hingga 1945 dengan korban diperkirakan mencapai 50.000 jiwa. Aksi ini menjadi bagian terburuk dalam masa pendudukan Jepang di Pontianak.

Bagian terburuk dari pembantaian tersebut, setidaknya Pontianak kehilangan generasi-generasi terbaiknya, luka-luka tersebut juga mungkin tidak akan pernah menemukan obatnya.

Penjajahan merupakan bentuk kejahatan yang pernah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia. Kemenangan Jepang dalam perang Asia Pasifik membuat Jepang menduduki Indonesia dan menggantikan Belanda.

Harapan masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik faktanya tidak pernah terjadi karena Jepang juga melakukan banyak kejahatan diantaranya adalah genosida di Pontianak.

Penulis: Yuni Tri Wulandari

Referensi

"Peristiwa Mandor, Pembantaian Massal di Kalimantan Barat oleh Jepang," kompas.com.

Muhammad Rikaz Prabowo. 2019. PERISTIWA MANDOR 28 JUNI 1944 DI KALIMANTAN BARAT: SUATU PEMBUNUHAN MASSAL DI MASA PENDUDUKAN JEPANG. Jurnal Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah . Vol. 2. No. 1.

Topik Menarik