Kementerian BUMN Dorong Aturan Hukum Adaptif untuk Iklim Bisnis Kondusif
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong aturan hukum yang adaptif untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif, khususnya bagi perusahaan pelat merah.
Hal itu, menjadi bahasan utama dalam forum Restructuring Insolvency & Governance Conference (RIGC) Tahun 2023 yang digelar pekan lalu. Forum ini menjadi wadah yang mempertemukan para ahli hukum dan keuangan Indonesia maupun internasional untuk berdiskusi secara terbuka mengenai prosedur insolvensi dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Sekretaris Kementerian BUMN, Rabin Indrajad Hattari, mengatakan prosedur insolvensi dan PKPU diangkat dalam forum RIGC 2023 karena sangat penting bagi ekosistem bisnis dan keuangan.
"Kementerian BUMN berkomitmen menjadikan ekosistem usaha BUMN berkelanjutan, sehingga semakin dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial kepada masyarakat," kata Rabin, dalam keterangan dikutip Sabtu (11/11/2023).
Menurut dia, PKPU sebagai salah satu solusi, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi alternatif proses restrukturisasi, asalkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan spesifik perusahaan.
Mengingat keterbatasan waktu, kepentingan kreditur, kemampuan perusahaan, dan unsur keuangan negara yang melekat pada entitas BUMN, maka proses PKPU perlu dilakukan dengan persiapan yang matang dengan memitigasi risiko dan mengedepankan tata kelola yang baik, ujar Rabin.
Oleh karena itu, lanjutnya, para pemangku kepentingan harus memiliki pemikiran yang sama ketika menghadapi persoalan kepailitan dan PKPU di lingkungan BUMN dan mendukung proses restrukturisasi, sehingga perusahaan dapat pulih dan mampu mempertahankan kelangsungannya di masa depan.
Dia memaparkan, dari sisi makro, undang-undang yang mengawasi PKPU juga harus diperbaiki agar tidak terjadi silo dalam proses restrukturisasi ini. Semua pihak perlu memikirkan kembali dan mempertimbangkan perubahan UU Kepailitan yang ada.
"Penguatan hukum kepailitan dan PKPU secara berkelanjutan perlu dilakukan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi persaingan global," ungkap Rabin.
Berdasarkan data Asian Development Bank pda 2021, terdapat lebih dari 100 BUMN di Indonesia dengan lebih dari 1.000 anak perusahaan dan memiliki aset lebih dari 500 miliar dolar AS (Rp8.892 triliun) atau setara dengan 56,2 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2019.
Mengingat pentingnya aset-aset BUMN terhadap perekonomian Indonesia, dan melihat risiko makro global terhadap perekonomian serta meningkatnya suku bunga, maka pertanyaan mengenai kebutuhan restrukturisasi dan insolvensi BUMN menjadi sangat penting.
"Terutama karena BUMN sering kali diberi mandat dengan misi yang kompleks, beberapa di antaranya terkait dengan tujuan pembangunan nasional dan sosial secara keseluruhan, serta dipadukan dengan beragam pemangku kepentingan," tutur Rabin.
Presiden Direktur PT Danareksa (Persero), Yadi Jaya Ruchandi, mengatakan permasalahan seputar insolvensi dan prosedur PKPU menjadi perhatian PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), yang sejak pertengahan tahun lalu berinduk kepada Danareksa Holding.
Menurut dia, Danareksa sepenuhnya mendukung peran penting PPA agar mampu menyelesaikan proses restrukturisasi dan menghidupkan kembali BUMN yang mengalami kesulitan, serta mengelola dan melaksanakan proses pemulihan yang efektif untuk aset berkinerja rendah dalam ekosistem internal Danareksa dan ekosistem BUMN secara luas, termasuk BUMN perbankan dan non-bank.
Sebagai contoh, lanjutnya, sejak akhir 2020, PPA telah diberi tugas mengelola dan merestrukturisasi 22 BUMN yang mengalami kesulitan, melalui sejumlah strategi restrukturisasi, mulai dari PKPU, perubahan arah, hingga likuidasi.
"Saat ini, jumlah tersebut telah berkurang menjadi 15 BUMN. Dan untuk tahun mendatang, kami akan menguranginya lagi menjadi sekitar 7 BUMN, ungkap Yadi.
Dia menambahkan, ke depan Danareksa akan mendukung dan mengawal proses perolehan aset tersebut dari sistem, dan setelah akuisisi, PPA akan menjalankan salah satu kompetensi intinya dalam melakukan proses pemulihan asset untuk mendukung terciptanya iklim bisnis yang semakin kondusif.
Sementara itu, Direktur BlackOak LLC, Darius Tay, selaku praktisi spesialis hukum kepailitan di Singapura menjelaskan apa yang menyebabkan Singapura diakui sebagai hub internasional untuk restrukturisasi utang.
Singapura terus memperbaiki kerangka hukum dalam penanganan masalah kebangkrutan dan insolvensi, ujar Darius.
Sapi Paling Mahal di Dunia
Hal ini dibuktikan dengan perubahan besar-besaran pada undang-undang Singapura dengan diberlakukannya The Insolvency, Restructuring and Dissolution Act 2018 (IRDA) serta 48 undang-undang tambahan terkait lainnya.
Melalui IRDA, prosedur restrukturisasi di Singapura mendorong rehabilitasi perusahaan sekaligus memastikan bahwa hak-hak kreditor dilindungi secara memadai. Jika terjadi likuidasi, umumnya kepentingan kreditur akan diutamakan karena pemegang saham seringkali out of the money.
Menurut dia, salah satu faktor kunci yang membuat penanganan kebangkrutan dan penangguhan pembayaran di Singapura lebih akomodatif dibandingkan negara lain adalah canggihnya peradilan spesialis dan industri profesional insolvensi yang kuat, yang mampu menyumbangkan ide-ide segar dan solusi inovatif pada ekosistem restrukturisasi.
Hakim spesialis kepailitan kami sangat dihormati dalam bidang kepailitan karena keahlian dan pendekatan praktis mereka dalam menangani masalah. Hakim kami tidak hanya memahami perangkat yang tersedia berdasarkan undang-undang setempat, namun juga mengetahui perkembangan terkini di yurisdiksi lain. Hal ini memungkinkan mereka menangani isu-isu baru secara efektif, baik secara hukum maupun praktis, tutur Darius.
Forum RIGC 2023 juga menyoroti undang-undang yang mengatur tentang insolvensi dan tata cara PKPU di Indonesia yang sudah berusia 20 tahun. Hal itu, diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004.
Rabin mengungkapkan, meskipun undang-undang ini telah mencapai tujuannya, perekonomian dan pasar kredit Indonesia saat ini sudah jauh berbeda.
"Forum diskusi RIGC 2023 merupakan momen yang tepat untuk mengeksplorasi pertanyaan bagaimana undang-undang ini dapat disempurnakan lebih lanjut sehingga dapat beradaptasi dengan kebutuhan perekonomian Indonesia saat ini dan masa depan. Salah satu bidang yang menjadi pertimbangan adalah sektor BUMN," tutur Rabin.