Awal Mula Sengkarut 4 Pulau Aceh Masuk Sumut, Begini Penjelasan Mendagri
JAKARTA, iNews.id – Empat pulau yang sebelumnya masuk wilayah administrasi Provinsi Aceh, kini ditetapkan oleh pemerintah pusat masuk dalam bagian Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138/2025, empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek.
Namun, Pemprov Aceh keukeuh keempat pulau itu masih bagiannya. Kepmendagri tersebut sontak menuai prokontra.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan, kronologi empat pulau di Aceh yang kini masuk wilayah Sumatera Utara (Sumut).
“Ini kan lama, sudah lama dari tahun 2007 atau 2008. Dan itu, sudah ada masing-masing berargumen. Dan, sudah difasilitasi rapat berkali-kali, zaman lebih jauh sebelum saya, rapat berkali-kali, melibatkan banyak pihak, ya,” kata Tito di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Tito menjelaskan, penyelesaian persoalan batas wilayah juga telah melibatkan delapan instansi di tingkat pusat serta pemerintah daerah terkait. Instansi yang terlibat termasuk Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL untuk batas laut, serta Topografi TNI AD untuk batas darat.
Menurut Tito, persoalan utama sebenarnya terletak pada batas laut. Sementara batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati dan ditandatangani kedua pihak.
“Ya, kalau memang batas daratnya sudah selesai, antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah, ditandatangani kedua belah pihak, cuma batas lautnya. Nah tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” katanya.
Tito kembali menegaskan, keempat pulau tersebut telah dinyatakan berada di wilayah Sumut. Hal ini telah dituangkan dalam keputusan Mendagri sejak tahun 2022. Sementara, Kepmendagri yang terbit pada April 2025 disebut hanya merupakan penegasan administratif dari keputusan sebelumnya.
“Nah tahun 2025 yang April kemarin itu, karena hanya pengulangan, namun kemudian mungkin ada pihak yang menerima, ada yang tidak menerima, kita paham lah,” katanya.
Bukti Administrasi
Keempat pulau yang dipersoalkan terletak di kawasan perairan barat Sumatera yang selama ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. Pulau Panjang, misalnya, dikenal sebagai salah satu pulau strategis dengan posisi menghadap langsung Samudra Hindia.
Pulau ini menjadi titik awal sejumlah infrastruktur penting yang dibangun sejak tahun 2012 oleh Pemkab Aceh Singkil dan Pemerintah Aceh, seperti dermaga, musala, rumah singgah serta tugu koordinat.
Di Pulau Mangkir Ketek, bahkan ditemukan prasasti bertuliskan klaim kepemilikan oleh Provinsi Aceh. Prasasti itu dibangun pada Agustus 2018, mendampingi tugu serupa dari tahun 2008 bertuliskan “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
Infrastruktur fisik, bukti administratif, hingga peta kesepakatan tahun 1992 menjadi amunisi utama Pemerintah Aceh untuk memperjuangkan status keempat pulau tersebut tetap menjadi bagian dari Aceh.
Pemprov Aceh Desak Kepmendagri Direvisi
Salah satu bukti yang diandalkan oleh Pemerintah Aceh adalah peta kesepakatan yang ditandatangani Gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar serta disaksikan langsung oleh Mendagri Rudini. Peta itu mengindikasikan batas wilayah Provinsi Aceh mencakup keempat pulau yang kini menjadi sengketa.
“Secara substansi sebenarnya sudah selesai sejak 1992, saat ada kesepakatan antara dua gubernur yang disaksikan Mendagri. Tapi kemudian keputusan administratif yang baru ini justru bertolak belakang,” ujar Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh Syakir dikutip dari laman Pemprov Aceh, Kamis (12/6/2025).
Pemerintah Aceh secara resmi telah menyampaikan keberatan dan menyerahkan dokumen lengkap ke Kemendagri. Mereka mendesak revisi atas Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022 yang sebelumnya juga memasukkan keempat pulau ke wilayah Sumatera Utara.
Dokumen yang diserahkan antara lain surat kepemilikan tanah sejak 1965, dokumen pembangunan fasilitas publik, serta bukti foto dan video dari verifikasi lapangan bersama Kemendagri pada 2022.
Gubernur Sumut Enggan Melepas 4 Pulau
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersikukuh pada hasil verifikasi tahun 2021 yang dilakukan oleh tim nasional pembakuan rupa bumi. Penetapan itu dituangkan dalam berita acara tanggal 30 November 2017 dan dijadikan dasar oleh Kepmendagri dalam pemutakhiran data wilayah.
Gubernur Sumut Bobby Nasution menyampaikan kesiapannya untuk ditinjau ulang, namun dia enggan melepaskan begitu saja keempat pulau tersebut. Sumut tidak akan menyerahkan wilayah tanpa dasar hukum yang kuat dan tetap mematuhi keputusan teknokratis dari tim nasional.
"Secara wilayah gak ada wewenang provinsi. Kami pemerintah daerah ada batasan wewenang. Kami pemerintah daerah ingin menjalin keharmonisan Aceh-Sumut. Jangan dipanas-panasi, itu poin pertama yang kami tidak mau," ujar Bobby, Selasa (10/6/2026).
Sebelumnya, Gubernur Sumut Bobby Nasution menemui Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Rumah Dinas Gubernur Aceh, Kota Banda Aceh, Rabu (4/6/2025). Pertemuan yang dilakukan secara mendadak ini untuk menindaklanjuti Kepmendagri terkait empat pulau yang masuk ke wilayah Provinsi Sumut.
Dalam kunjungannya, Bobby Nasution langsung berdialog bersama Muzakir Manaf. Meski singkat, ada pandangan bersama tentang bagaimana menindaklanjuti Keputusan Mendagri tersebut secara bersama, kedua provinsi. Sehingga meminimalisasi polemik yang terjadi di masyarakat.
Respons Pengacara Jokowi soal Abraham Samad Merasa Dikriminalisasi Jadi Terlapor Kasus Ijazah Palsu
"Aceh dan Sumatera Utara ini kan bagian yang tidak terpisahkan. Banyak orang Aceh di Sumut. Begitu juga sebaliknya. Jadi untuk hal seperti ini (polemik wilayah administratif), kami hadir untuk bisa sama-sama meredam (polemik) dan menyepakati bersama keputusan (Mendagri) itu," ujar Bobby, Rabu (4/6/2025).
Soal keputusan terkait empat pulau yang masuk dalam wilayah administratif Provinsi Sumut, Bobby Nasution menegaskan hal itu bukan intervensi dari Sumut. Namun, ada mekanisme yang berjalan sesuai aturan yang ada.