Menggali Sejarah Terpendam H.M Nitisemito 1874-1953: Pribumi Kudus, Pioneer Industri Rokok Kretek di Indonesia
JAKARTA - Industri rokok kretek merupakan sektor ekonomi tangguh yang berkontribusi besar bagi perekonomian nasional. Pada tahun 2013 setoran cukai industri ini memberikan sumbangan Rp 101,2 Triliun atau sebesar 95,79 % dari dari pendapatan cukai negara. Industri kretek memberikan lapangan kerja luas bagi 6 juta petani dan buruh tembakau, 5 juta petani dan buruh cengkeh, 600 ribu pekerja pabrik, dan terdapat 30,5 juta tenaga kerja langsung maupun tak langsung yang berhubungan dengan kretek (Abisham, DM et.al, 2012). Berbicara tentang kejayaan industri rokok nasional, kita tidak bisa melupakan eksistensi Kota Kudus yang dikenal sebagai kota kretek karena di kota inilah pertama kali muncul dan berkembang industri rokok kretek di Indonesia. Lance Castle (1982) mengungkapkan bahwa industri rokok di Kudus tumbuh sebagai industri yang unik, karena dalam situasi politik dan ekonomi yang dikendalikan oleh kekuatan asing (Belanda & Cina), industri rokok di Kudus justru tumbuh dan berkembang sebagai basis usaha pribumi.
Setelah H. Djamhari sebagai (inventor) rokok kretek tidak berusaha mengembangkan dengan mengusahakan secara komersial peluang ini dimanfaatkan secara lihai oleh Nitisemito yang dilahirkan pada tahun 1874 dari ibu Hj. Markanah dan bapak H. Sulaeman (Khanafi, 2018). Ketika berusia 17 tahun (1891) Nitisemito merantau ke mojokerto untuk mengadu nasib menjadi buruh jahit pakaian dan mencoba memebuka usaha konveksi. Usaha coba-coba ini tidak berlangsung lama karena Nitisemito pada akhirnya terlibat hutang yang memaksa usahanya harus dihentikan (Ibrahim & Putranto, 2015).
Dalam bukunya, Alex Soemadji menegaskan bahwa pilihan Nitisemito berikutnya adalah menjadi kusir andong (dokar) karena pilihan ini relatif bisa dimengerti kalau dilihat pada tingkat resiko akan terjadinya kegagalan atau tertipu orang lain. Profesi kusir andong walau tidak berlangsung lama dijalani oleh Nitisemito, namun profesi ini sangat berarti bagi perjalanan hidupnya.Bersama Nitisemito usaha meramu tembakau dengan cengkeh semakin menunjukkan prospek yang sangat berarti dan usahanya mulai didaftarkan ( Gedenponeerd , 18 Februari 1908) pada pemerintah Hindia Belanda dengan nomer 4642 (Purbasari, 2010)
Nitisemito yang telah memahami karakter tembakau dapat melihat sebuah peluang kemajuan dari upaya pembuatan rokok klobot Nasilah, sehingga pada akhirnya ia mengambil alih usaha rokok tersebut. Nitisemito mulai memberi merek rokok yang diberi nama Bal Tiga dengan tujuan untuk identifikasi dan melindungi (proteksi) produknya. Kejayaan Nitisemito bersama Pabrik Rokok Bal Tiga-nya membuat penulis Mark Hanusz (dalam Kretek: The Culture of Indonesias Clove Cigarettes, 2000 ) menyebutnya sebagai Henry Ford di industri rokok Indonesia sebab keberhasilan rokok Bal Tiga telah menjadi inspirasi tumbuhnya jiwa kewirausahaan bagi rakyat Indonesia pada awal abad ke-20 (Hanusz, 2000).
Viral Lautan Manusia di Malioboro saat Libur Lebaran, Netizen: Paling Benar Rebahan di Rumah
Nitisemito mulai memproduksi rokok kretek dibawah bendera Bal Tiga pada tahun 1906 dan mendaftarkan pabriknya sebagai NV ( Naamloze Vernootschap atau Perseroan Terbatas) Bal Tiga Nitisemito pada tahun 1908. Ketika perusahaan rokok kretek lainnya masih menggunakan desain yang sederhana dalam kemasan rokoknya, Nitisemito sudah menggunakan kemasan penuh warna (full color) dan tulisan timbul dengan kualitas yang tinggi. Dalam hal manajemen produksi, N.V. Bal Tiga Nitisemito merupakan perusahaan yang pertama kali memperkenalkan sistem outsourcing di Hindia Belanda yang pada masa itu, sebagian proses pembuatan rokok kretek yakni pelintingan, oleh Nitisemito dipercayakan kepada pihak ketiga melalui perantaraan seseorang yang disebut abon .
Diterapkannya sistem abon, produksi rokok Tjap Bal Tiga dari tahun 1930 mencapai sekitar 2-3 juta batang/hari lalu di tahun 1938 produksinya melonjak tajam hingga 10 juta batang/hari (Nurwanti, 2009). Lebih jauh lagi, pada tahun 1937 rokok kretek Bal Tiga mendirikan pemancar radio sendiri dengan nama R.V.K.Radio Vereninging Koedoes . Namun, yang paling menggemparkan adalah di tahun 1930, saat itu Nitisemito menyewa pesawat carter berjenis Fokker F-200 untuk menyebarkan pamphlet bergambar rokok Bal Tiga. Bukan hanya di Kudus, tetapi juga sampai ke Bandung dan Jakarta (Ibrahim & Putranto, 2015).
Kesuksesan perusahaan rokok kretek Bal Tiga juga dipengaruhi oleh keluasan jaringan Nitisemito dan interaksi yang terjalin baik dengan karyawan, rekan bisnis, maupun golongan pejabat. Hubungan yang baik dengan karyawan ini terlihat jelas dengan terpilihnya Karmain sebagai pemegangKoewasadalam marketing perusahaan. Tidak hanya itu, sebelum Perang Dunia II hampir di setiap masjid besar di setiap kota di Indonesia terdapat jam lonceng hadiah dari perusahaan rokok Bal Tiga Nitisemito. Hal ini menunjukkan di samping berbisnis, kegiatan pengembangan kemasyarakatan atau tanggung jawab sosial (CSR) juga dilakukan oleh Hubungan mitra juga terjalin dengan pengusaha rokok lainnya.
Parada Harahap seorang wartawan Hindia Belada, dalam bukunya yang berjudul Indonesia Sekarang (1952) melakukan sejumlah penelusuran terhadap para pengusaha kretek di Kudus masa kolonial. Menurutnya, para pengusaha kretek disebut sebagai orang yang mampu memajukan dirinya sendiri tanpa melalui previlese tertentu. Sebagaimana Nitisemito meski lahir dari orang terpandang di desanya, namun ia tetap melawan arus untuk tidak menjadi seorang kepala desa sebagaimana ayahnya. Nilai-nilai entrepreneurship justru mengakar kuat dalam dirinya sejak usia muda. Menurut Hanusz (2000), industri kretek mampu tampil sebagai simbol budaya bangsa Indonesia yang mempersatukan berbagai unsur yang ada. Simbol identitas ini dapat ditelusuri dari gebrakan-gebrakan Nitisemito dalam metode pemasaran rokoknya. Hal ini menggambarkan betapa Nitisemito adalah manusia modern yang mampu berpikir melampaui zamannya.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dari sosok Nitisemito adalah karakter nasionalisme-nya yang patut dijadikan inspirasi bagi generasi millennial untuk mengisi kemerdekaan. Menurut sejarawan Petrik Matanasi (2010), kejayaan Nitisemito berlangsung bersamaan waktunya dengan masa-masa pergerakan nasional.Selanjutnya yang paling luar biasa adalah penyebutan nama Nitisemito oleh Bung Karno dalam pidatonya dihadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Kutipan pidato Bung Karno tersebut berbunyi: sebagaimana tadi telah saja katakan, kita mendirikan negara Indonesia jang kita semua harus mendukungnja. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan segolongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan NITISEMITO yang kaja buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia semua buat semua? (dikutip dari buku Raja Kretek Nitisemito(Alex S. Nitisemito, 1980).
Sebagai pribumi yang tidak memiliki privilese di dalam struktur kehidupan kolonial, terlebih tidak pernah mengenyam pendidikan formal, Nitisemito eksis dengan julukan Kretek-Koning atau Raja Kretek. Nitisemito telah meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi generasi muda bangsa yaitu semangat kewirausahaan dan nasionalisme sebagai bekal menuju kesuksesan. Generasi Muda Indonesia sudah semestinya bangga dan dapat meneladani karakter baik dari Nitisemito. Sebagaimana motto yang tercantum di bungkus rokok Tjap Bal Tiga yang seolah-olah bermaksud untuk mengingatkan kita semua: Djangan Loepa Saja Poenja Nama M. Nitisemito .
Referensi
Banu, I. (2017). Sang Raja. Kepustakaan Populer Gramedia.
Catle, Lance. (1982). Tingkah Laku Agama, Politik, dan Ekonomi di Jawa: Industri Rokok Kudus. Jakarta: Sinar Harapan.
DM, Abhisam, et.al. (2012). Membunuh Indonesia: Konspirasi Global Pengahancuran Kretek. Jakarta: Penerbit Kata-Kata
Hanusz, Mark. (2000). Kretek: The Culture of Indonesias Clove Cigarettes.
Harahap, Parada. (1952). Indonesia Sekarang. Jakarta: tp (tanpa penerbit).
Ibrahim, Erlangga & Syahrizal B. Putranto. (2015). Raja Kretek M. Nitisemito Pengusaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan. Jakarta: Batara Media. Jakarta: Equinox Publishing.
Nitisemito, Alex. (1980). Raja Kretek Nitisemito. Kudus: t.p. (tanpa penerbit).
Nurwanti, Yustina Hastrini. (2009). Eksistensi Industri Rokok Kretek Kudus:
Petrik Matanasi. (2010). Nitisemito: Juragan Bal Tiga. Diakses 31 Januari 2022 darihttps://www.kompasiana.com/maspet/550020dfa333114e7550fa96/niti semito-juragan-bal-tiga.
Purbasari, I. (2010). Perkembangan industri rokok kretek Kudus (19081964).
Supratno, E. (2023). PERS DAN PENYEBARAN BENIH NASIONALISME: FILANTROPI PENGUSAHA ROKOK KRETEK KUDUS UNTUK PERS BUMIPUTERA MASA KOLONIAL. Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah, 14(1).
Tjap Bal Tiga HM. Nitisemito dalam Lintasan Sejarah. Jantra, 4 (8), 642-653. Diperoleh 31 Januari 2022 dari http://repositori.kemdikbud.go.id/5127/.